Jumat, 19 April 2013

Kemana Malang yang Dulu???


Ketika kita kecil, mendengar kata kota Malang menjadi hal yang cukup menyenangkan. Pemandangan yang indah, suasana yang tenang dan hawa yang sejuk menjadi penghilang lara sekaligus penyegar pikiran. Sungguh jauh berbeda dengan keadaan kota Malang sekarang. Panas, polusi, dan macet yang merajalela. Tentu hal tersebut terjadi akibat banyak faktor yang mempengaruhinya.
15 tahun yang lalu jumlah penduduk kota Malang hanya sekitar 708.907 jiwa. Namun kini jumlah penduduk kota Malang mencapai 893.883 jiwa. Data tersebut diambil dari internet yang didapatkan langsung dari dinas statistik kota Malang. Bisa dibayangkan betapa pesatnya perkembangan penduduk yang ada. Hal ini dikarenakan banyaknya pendatang baru dari luar kota Malang. Baik untuk mengenyam pendidikan maupun untuk mencari peruntungan dibidang mendulang income.
Pendulangan income meliputi pembukaan unit-unit usaha modern. Seperti salah satu mini market yang ada di pinggir jalan di daerah Dinoyo. Mereka bisa saja membangun bangunan berupa toko maupun ruko yang begitu mewah namun, acap kali mereka mengindahkan area parkir untuk para konsumennya. Alhasil, parkir di bahu jalanlah alternatif meletakkan kendaraan pribadi anda. Lalu, timbullah macet bukan?
Membahas mengenai kendaraan pribadi, Kepala Satuan Lalu-lintas (Kasatlantas) Polres Malang mencatat sebanyak 1.000 unit kendaraan roda dua bertambah tiap minggunya. Itu artinya dalam sebulan saja warga masyarakat Malang membeli sepeda motor baru sebanyak 4.000 unit langsung dari dealernya. Belum lagi sepeda motor yang dibawa langsung dari kota-kota asal para pendatang. Tidak salah jika kemacetan dan polusi meningkat secara signifikan.
Sementara itu bagaimana dengan pembangunan-pembangunan yang ada? Banyak pohon dan area hijau tergusur akibat pertumbuhan pembanganunan. Yang nyata-nyata bahwa tanaman berwarna hijau mampu menyerap karbon dioksida (CO2) menjadi oksigen (O2) yang berguna bagi pernapasan kita. Panas dan gersang menjadi pemandangan yang lazim kita saksikan, bahkan terasa begitu menyengat di kulit ketika kita berada di luar bahkan di dalam ruangan.
Bagaimana dengan penobatan ‘adipura’? semua menjadi sangat sia-sia ketika kemenangan berada di pihak kita namun, kita tidak mampu untuk menjaga keasrian alam sekitar kita. Tepat setengah tahun yang lalu kita menyaksikan perombakan tatanan taman yang berada di sepanjang jalanan Veteran. Apa yang dilakukan itu seperti pemborosan tiada arti. Berlomba-lomba mempercantik kota dengan waktu yang begitu singkat dan dilakukan karena ingin mempertahankan kemenangan atas adipura tahun lalu. Lagi-lagi macet dan polusi mewarnai hari-hari kota Malang.
Memang kota Malang adalah kota yang sarat akan pendidikan dan wisata. Setidaknya jika harus membangun infrastruktur, hendaknya memperhitungkan dampak positif dan negatifnya. Kita dapat melihat contoh pada trafic lamp yang berada di jalan Mayjen Panjaitan, tepatnya di depan universitas Brawijaya Malang yang tidak berfungsi dengan selayaknya. Padahal yang kita ketahui disana terdapat persimpangan  jalan. Paling tidak rambu lalu lintas yang tidak berfungsi dengan  baik bisa diperbaiki, dimanfaatkan dan ditaati oleh masyarakat. Agar tidak menjadi untung bagi sebagian orang namun buntung bagi keseluruh lapisan kalangan.


Pembenahan Taman Sepanjang Jl. Veteran Menjelang Penobatan Adipura


Macet di Persimpangan Soekarno Hatta

Si Lapis India


Ketika anda memiliki tetangga yang baru saja pulang kampung atau sekedar berpelesir dari Kalimantan Selatan, bisa dipastikan ikan asin, sale pisang, aksesoris permata, gantungan kunci, kain batik Kalimantan dan yang pasti krupuk amplang menjadi pilihan buah tangan yang diberikan kepada anda. Namun tidak ada salahnya ketika anda memilih kue lapis India menjadi pilihan oleh-oleh khas kota air tersebut.
Ya, lapis India. Bentuk dan warna putih diselingi warna coklat yang berlapis-lapis sekilas memang mirip dengan kue lapis yang sering kali kita jumpai di sekitar kita, namun tekstur yang lebih lembut lumer di mulut serta rasa manis nan legit yang dipadu dengan rasa creamy menjadi pembedanya. Memang sedikit lebih mahal jika dibandingkan dengan kue-kue yang lainnya, tetapi tidak ada salahnya ketika rasa yang disajikan benar-benar menggugah selera dan terbayar dengan rasa kepuasan anda.

Tiap potongan berukuran 5cm x 15cm ini dibandrol dengan harga berkisar Rp. 10.000’- hingga Rp. 20.000’-. Kue lapis India bisa anda temukan di pasar kue atau yang biasa disebut dengan pasar wadai. Biasanya pasar wadai ramai ditemui dan dikunjungi ketika bulan puasa tiba. Banyak sekali lapak-lapak yang menjual kue di sepanjang jalan. Dan yang pasti kue lapis India lah yang menjadi primadonanya.

Untuk anda yang ingin bepergian kesana meskipun tidak dalam keadaan bulan puasa, jangan khawatir, kue lapis India tetap bisa anda jumpai dan anda bawa pulang. Sekedar mengingatkan, kue lapis India tidak bisa bertahan dalam waktu yang cukup lama. Ada baiknya sehari setelah dibeli, lapis India harus sudah dalam keadaan habis tak tersisa. Karena kue lapis India ini menggunakan bahan alami dan santan yang sangat mudah sekali cepat basi. Jika memang anda ingin membawanya sebagai oleh-oleh, disarankan untuk membeli di hari yang sama ketika anda akan pulang kembali ke asal. Dan yang pasti, anda harus pulang dengan menggunakan transportasi udara ya. Selamat mencoba. Segera hubungi keluarga atau rekan anda yang kebetulan sedang berada di sana untuk membungkuskan kue lapis India khusus untuk anda. 

Lapis India